aku pernah melawan hujan dan dinginnya malam untuk merengkuh jawaban dari angan-angan
atas bayang-bayang harapan yg tak pernah padam
menggelora mengalahkan aurora
menggebu tanpa abu-abu
pada puncaknya terforsir hingga akhirnya tergelincir
mencoba bangkit,aku terlanjur tak ingin
jatuh itu menyadarkanku
senang apalagi sakitku bukan pedulimu
tanpa ingin aku kembali
bukan untuk angan-angan semu
atau hati yg terlanjur berdebu dan kelabu
untuk harapan yang datang di sela hujan
dan pelangi yang kembali saat petirku menghampiri
sama saja
tanpa ingin ia datang lagi.
tanpa ingin aku akan jatuh lagi.
Kupikir kamu juga sudah tahu banyak hal yang tak bisa diungkapkan lewat lisan. Terimakasih sudah berkunjung dan selamat membaca. Sekian.
Jumat, 17 April 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Terwarnai
Dulu 1 blok.
Tidak mendominasi tapi tetap berdiri sendiri.
Masuk ke ranah lain mulai tergradasi.
Mencoba kembali tapi tetap terwarnai.
Hilang,belum menemukan.
Menempa,mencoba mengembalikan.
Kembali,
agar tak terwarnai,lagi.
Tidak mendominasi tapi tetap berdiri sendiri.
Masuk ke ranah lain mulai tergradasi.
Mencoba kembali tapi tetap terwarnai.
Hilang,belum menemukan.
Menempa,mencoba mengembalikan.
Kembali,
agar tak terwarnai,lagi.
Senin, 16 Maret 2015
Melihat Aku
Ku coba merangkai kata cinta
Walaupun ku bukanlah pujangga yang bisa
Tuliskan Kata-kata yang indah
Nyatanya tak ada nyali tuk ungkapkan
I wanna love you like the hurricane
I wanna love you like a mountain rain
So wild, so pure
So strong and crazy for you
Andai matamu melihat aku
Terungkap semua isi hatiku
Alam sadarku alam mimpiku
Semua milikmu andai kau tahu
Andai kau tahu
Rahasia Cintaku
Berdoa dan beranikan diri
Sebelum semua ini terlambat terjadi
Berkali-kali kuputar lagu itu. Berkali-kali dari pagi hingga malam hari.
Tanganku tak pernah bisa mencapai apalagi menggapai. Langkahku berat dan terlalu gontai untuk menghampiri. Apalagi lidahku, terlalu kaku. Aku tidak pernah menyesal walaupun akhirnya semua ini akan "terlambat terjadi". Mengharapkan "kejadian" itu saja aku tidak pernah ingin. Karena aku tahu, semua ini hanya untuk dipertemukan bukan untuk dipersatukan. Karena aku tahu, kamu untuk didoakan bukan untuk digandengan. Karena aku tahu, semua ini terlalu egois bila mengikuti hati.
Terlebih...
Karena kamu juga tidak mungkin pernah tahu.
Jumat, 20 Februari 2015
Sedari Dulu
Aku disini menantimu
Gerbangku selalu terbuka lebar
Pintu rumahku apalagi
Aku disini duduk menantimu, hadir
Bukan hanya sekedar tersenyum dan menyapaku
Menantimu duduk menemaniku
Bermain bersamaku
Melakukan hal bodoh bersama
Bersama membunuh waktu hingga kita lelah
Jangan dengar perkataan orang
Mungkin memang terlihat pekaranganku berduri dan gersang
Tapi kamu belum pernah mencoba mampir kan?
Mencoba berjalan menyusurinya dan merasakan
Duri itu sudah kering,tidak tajam
Gersang itu belum kelewat gersang, masih bisa disiram
Aku senang
Sapaan,tatapan,dan senyuman itu hadir lagi
Tapi....
Apa selama ini kamu memang hanya ingin menyapaku saja dari luar sana?
Aku menantimu, sedari dulu.
Gerbangku selalu terbuka lebar
Pintu rumahku apalagi
Aku disini duduk menantimu, hadir
Bukan hanya sekedar tersenyum dan menyapaku
Menantimu duduk menemaniku
Bermain bersamaku
Melakukan hal bodoh bersama
Bersama membunuh waktu hingga kita lelah
Jangan dengar perkataan orang
Mungkin memang terlihat pekaranganku berduri dan gersang
Tapi kamu belum pernah mencoba mampir kan?
Mencoba berjalan menyusurinya dan merasakan
Duri itu sudah kering,tidak tajam
Gersang itu belum kelewat gersang, masih bisa disiram
Aku senang
Sapaan,tatapan,dan senyuman itu hadir lagi
Tapi....
Apa selama ini kamu memang hanya ingin menyapaku saja dari luar sana?
Aku menantimu, sedari dulu.
Senin, 16 Februari 2015
Draft
Begitu banyak draft yang tidak bisa dipaparkan. Tidak di sini, di handphone, di buku diary, bahkan pikiranku. Semua penuh oleh draft-draft yang hanya bisa disimpan tanpa harus ditujukan apalagi harus dipublikasikan. Kadang menyimpannya adalah sebuah keindahan. Keindahan rasa yang kunikmati sendiri. Tidak, tidak usah berbelaskasihan. Aku tidak butuh. Ini memang pilihanku. Ah apalah draftku ini tak sebanding dengan milikmu. Aku tahu kamu jauh lebih hebat mengenai draft seperti ini. Sedikitnya ada pelajaran tentang draft secara tidak sengaja dan sengaja kucari-cari darimu.
Kamu juga draftku. Tak tahu sejak kapan,tapi tentangmu ada,banyak. Kurasa suatu saat kamu mengerti mengapa aku menyimpan begitu banyak draft untukmu. Mmm...tidak seberapa sebenarnya. Tapi draft tentangmu selalu kubaca dan kurangkai lagi setiap harinya. Ya itu mengapa draft tentangmu selalu paling atas. Draft bagianmu termasuk favoritku,selalu. Mungkin akan tidak lagi saat aku sudah lelah dan draft sendiri tidak memiliki arti,atau mungkin karena sema draft itu nyata kecuali kamu.
Kamu juga draftku. Tak tahu sejak kapan,tapi tentangmu ada,banyak. Kurasa suatu saat kamu mengerti mengapa aku menyimpan begitu banyak draft untukmu. Mmm...tidak seberapa sebenarnya. Tapi draft tentangmu selalu kubaca dan kurangkai lagi setiap harinya. Ya itu mengapa draft tentangmu selalu paling atas. Draft bagianmu termasuk favoritku,selalu. Mungkin akan tidak lagi saat aku sudah lelah dan draft sendiri tidak memiliki arti,atau mungkin karena sema draft itu nyata kecuali kamu.
Minggu, 08 Februari 2015
Malam itu
Malam itu
Kamu menjemputku. Berbekal kata "boleh" dari Ibu, kita pergi. Aku diam sepanjang jalan. tidak seperti biasanya kamu seperti ini. Diam dan serius sedari tadi. Aku bingung,aku takut berbuat kesalahan. Karena aku bingung, sebenarnya kita bagaimana. Kita siapa.
Tiba-tiba kita menepi. Aku turun. Kamu meletakkan helmmu,seperti biasa di kaca spion kanan motormu tapi tidak dengan cara yg biasa. Bukan kamu,aku takut.
Aku bertanya,kamu bilang tidak apa-apa. Tanganmu dingin,membuatku semakin takut.
Kita memang menepi,di jalan sepi,malam ini.
Tatapanmu berbeda,lebih tajam daripada biasanya.
Tiba-tiba kita menyusuri malam lagi. Aku tidak paham apa arti menepi tadi. Kamu diam,berkata tak apa,tanganmu dingin. Sekarang kamu memintaku untuk berpegangan erat. Lagi,bukan kamu. Dan benar,selama aku duduk dibelakangmu ini bukan angka speedometer favoritmu. Lagi,bukan kamu.
Kita pergi. Hanya itu yang kutahu. Aku hanya menurut. Karena kamu sudah mempunyai kunci 'boleh' dari Ibuku. Tapi ini berbeda.
Kita menepi,lagi. Sepertinya ini destinasi yang sebenarnya.
Kamu menjemputku. Berbekal kata "boleh" dari Ibu, kita pergi. Aku diam sepanjang jalan. tidak seperti biasanya kamu seperti ini. Diam dan serius sedari tadi. Aku bingung,aku takut berbuat kesalahan. Karena aku bingung, sebenarnya kita bagaimana. Kita siapa.
Tiba-tiba kita menepi. Aku turun. Kamu meletakkan helmmu,seperti biasa di kaca spion kanan motormu tapi tidak dengan cara yg biasa. Bukan kamu,aku takut.
Aku bertanya,kamu bilang tidak apa-apa. Tanganmu dingin,membuatku semakin takut.
Kita memang menepi,di jalan sepi,malam ini.
Tatapanmu berbeda,lebih tajam daripada biasanya.
Tiba-tiba kita menyusuri malam lagi. Aku tidak paham apa arti menepi tadi. Kamu diam,berkata tak apa,tanganmu dingin. Sekarang kamu memintaku untuk berpegangan erat. Lagi,bukan kamu. Dan benar,selama aku duduk dibelakangmu ini bukan angka speedometer favoritmu. Lagi,bukan kamu.
Kita pergi. Hanya itu yang kutahu. Aku hanya menurut. Karena kamu sudah mempunyai kunci 'boleh' dari Ibuku. Tapi ini berbeda.
Kita menepi,lagi. Sepertinya ini destinasi yang sebenarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)